Minggu, 03 Juni 2012

Sapere Aude! Kritis untuk Kreatif

 Oleh Nurul Aisyah

Dimidium facti qui coepit habet: sapere aude, incipe
He who has begun is half done: dare to know!


            Dewasa ini manusia-manusia abad 21 disibukkan dengan ketatnya persaingan. Setiap individu dalam masyarakat dituntut untuk memiliki kompetensi yang lebih guna menyikapi persaingan tersebut. Namun, kredibilitas dan kompetensi lebih saja belum cukup, Dewasa ini, dunia sedang berada pada zaman dimana dalam waktu sekejap saja manusia dapat dengan mudah naik ke puncak popularitas, namun dengan sekejap pula manusia dapat terbuang seperti sampah yang tidak bermanfaat.            
Dunia cenderung pragrmatis, lebih memperhatikan orang yang jauh memberi manfaat dan memiliki nilai plus dibandingkan dengan mereka yang biasa-biasa saja. Dari masalah ini dapat disimpulkan bahwa untuk bertahan dengan kondisi yang serba nisbi setiap individu harus memiliki naluri mencipta guna melahirkan inovasi-inovasi yang menginspirasi masyarakat luas sehingga masyarakat tidak akan lupa begitu saja, juga agar individu tersebut mampu bertahan dalam persaingan yang serba ketat. Naluri mencipta atau kreativitas ini terlahir dari pola pikir yang aplikatif, analitis dan sintesis yang jika disimpulkan akan membentuk sebuah padanan kata yang disbut, kritis.           
Berpikir kritis adalah kemampuan berpikir secara reflektif dan independen dengan jernih dan rasional. Menurut Scriven & Paul (1992) berpikir kritis adalah proses intelektual yang dengan aktif dan terampil mengkonseptualisasi, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan dari pengamatan, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, untuk memandu keyakinan dan tindakan.           
Berpikir kritis berhubungan dengan kemampuan untuk menyimpulkan informasi dan kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang didapat dalam pemecahan masalah. Berpikir kritis tidak sama dengan menghapal karena menghapal cenderung mengakumulasi informasi tanpa mengolahnya secara apik.            
Berpikir kritis juga tidak sama dengan mengkritik, karena sejatinya, pemikir kritis akan berusaha menjaga kejernihan rasionya dengan memelihara sifat-sifat netral dan objektif dalam mengemukakan pendapat, walau mungkin saja seorang pemikir kritis akan mampu mengendus informasi yang bias lalu mengintrospeksinya.           
Berpikir kritis berimplikasi pada penciptaan solusi kreatif terhadap suatu masalah, dalam kata lain berpikir kreatif berguna untuk merangsang lahirnya ide baru, mengevaluasi ide baru, juga memodifikasi ide baru.           
Bila dianalogikan sebagai sebuah jembatan, berpikir kritis merupakan bahan bakar bagi individu agar dia dapat melintasi jembatan pemahaman, aplikasi, dan analisis sehingga pada akhirnya seorang individu tersebut tiba pada ujung jembatan, yaitu kemampuan berpikir dengan level paling tinggi; sintesis, kreativitas, atau kemampuan dalam mencipta.***



 ©Nurulaaisyah 2012

0 komentar:

Posting Komentar